Onetime.id, Bandar Lampung – Kasus pesta narkoba yang melibatkan lima pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Lampung terus menuai sorotan publik.
Skandal ini tidak hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga menyeret nama baik dua tokoh besar yang pernah menakhodai organisasi tersebut.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal dan Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar.
Rahmat Mirzani Djausal tercatat menjabat Ketua HIPMI Lampung periode 2008–2011. Sedangkan Ahmad Giri Akbar memimpin organisasi itu pada periode 2021–2024 sebelum dipercaya memimpin DPRD Provinsi Lampung.
Dua nama ini semula menjadi bukti bahwa HIPMI mampu melahirkan kader berprestasi dan menembus pucuk kepemimpinan daerah.
Namun reputasi itu kini tercoreng. Publik bertanya-tanya, bagaimana mungkin organisasi yang selama ini menjadi kawah candradimuka pemimpin muda justru dikaitkan dengan pesta narkoba.
“Ini jelas mencoreng wajah HIPMI, sekaligus menodai nama baik para senior, termasuk Gubernur dan Ketua DPRD. Publik bisa salah menilai, seolah-olah warisan organisasi ini melahirkan kader yang dekat dengan narkoba,” kata pengamat sosial Lampung, Chandrawansyah.
Kasus ini dipandang sebagai preseden buruk. HIPMI, yang semestinya menjadi wadah pengusaha muda membangun jejaring bisnis sekaligus kontribusi sosial, kini berhadapan dengan stigma negatif.
Padahal, di era kepemimpinan sebelumnya, organisasi ini identik dengan semangat kewirausahaan dan regenerasi kepemimpinan.
Selain itu, HIPMI kerap menjadi batu loncatan bagi politikus-politikus muda yang punya modal finansial untuk bersaing dalam kontestasi elektoral.
Namun, citra itu bisa hancur ketika pengurusnya terjerat kasus narkoba.
“Masyarakat harus lebih selektif memilih wakilnya di parlemen. Nama-nama yang pernah bermasalah hukum jangan sampai kembali muncul sebagai calon, agar tidak menimbulkan gaduh seperti sekarang,” ujar Chandrawansyah.
Publik juga menyoroti dugaan tebang pilih dalam penegakan hukum.
Lima pengurus HIPMI yang digerebek saat pesta narkoba di hotel berbintang justru bisa bebas tanpa sidang, sementara kasus kecil kerap berujung vonis berat.
“Keadilan seolah berhenti di meja lobi, bukan di ruang pengadilan,” kritiknya.
“Kalau HIPMI sekarang identik dengan skandal narkoba, lalu bagaimana dengan wajah pemuda dan pengusaha Lampung ke depan? Nama baik para senior jelas ikut terbawa. Ini yang mestinya jadi perhatian serius,” pungkas Chandrawansyah.