Mahasiswa Unila Meninggal Usai Diksar, Mahepel: Tidak Ada Kekerasan

Dalam keterangan resmi yang disampaikan kuasa hukum Mahepel, Chandra Bangkit.

Onetime.id – Organisasi Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung akhirnya angkat suara menyusul sorotan publik terhadap kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) yang digelar pada 14–17 November 2024.

Sorotan itu mencuat setelah salah satu peserta, Pratama Wijaya Kusuma, meninggal dunia beberapa bulan usai kegiatan.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan kuasa hukum Mahepel, Chandra Bangkit, Selasa, (3/6/2025) pihaknya menegaskan bahwa seluruh rangkaian kegiatan telah dilaksanakan sesuai standar administrasi, fisik, dan psikologis yang berlaku, serta mengantongi izin resmi dari kampus.

“Tidak ada kekerasan dalam bentuk apa pun, baik fisik maupun psikologis, selama kegiatan berlangsung,” kata Bangkit.

Ia juga menepis dugaan bahwa luka lebam yang dialami sejumlah peserta disebabkan oleh kekerasan.

Menurutnya, luka tersebut timbul akibat kondisi alam saat kegiatan berlangsung.

“Lebam itu akibat terkena ranting pohon atau merayap di medan yang berat, bukan karena tindakan panitia atau peserta lain,” ujarnya.

Mahepel juga menanggapi isu tentang peserta yang dikabarkan meminum cairan spiritus. Bangkit membenarkan adanya insiden kecil, namun menegaskan bahwa kejadian tersebut murni kesalahan tidak sengaja.

“Almarhum sempat mengambil botol yang dikira air minum, padahal itu adalah spiritus untuk memasak. Tapi cairan itu tidak sempat diminum dan tidak menimbulkan dampak medis apa pun,” jelasnya.

Menurut Mahepel, seluruh peserta dinyatakan dalam kondisi sehat saat kegiatan selesai, bahkan hingga dua hari setelahnya.

Seorang peserta bernama Faris dilaporkan mengalami infeksi telinga akibat kemasukan air, namun langsung mendapatkan penanganan medis.

Pihak kampus disebut sempat memanggil Mahepel pada 12 Desember untuk mengklarifikasi insiden tersebut.

“Pihak dekanat menyatakan bahwa itu bukan kelalaian panitia, melainkan persoalan penanganan medis,” ujar Bangkit.

Terkait kabar bahwa Pratama mulai sakit sejak kegiatan Diksar, Mahepel membantah.

Mereka menyebut Pratama masih aktif mengikuti kegiatan kampus pada Februari dan baru menunjukkan gejala sakit sekitar pertengahan Maret, yakni antara tanggal 10 hingga 26.

Jadi, tidak bisa serta-merta dikaitkan dengan kegiatan Diksar di bulan November,” katanya.

Mahepel juga membantah adanya kegiatan long march selama 15 jam.

Bangkit menjelaskan bahwa kegiatan berjalan kaki memang dilakukan sebagai bagian dari pelatihan fisik, namun diselingi dengan istirahat dan makan.

“Durasi total kegiatan memang panjang, tapi waktu berjalan aktif hanya sekitar lima sampai enam jam,” katanya.

Menutup pernyataannya, Mahepel menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Pratama dan menyatakan dukungan terhadap proses investigasi yang tengah dilakukan kampus maupun pihak kepolisian.

“Kami menyampaikan duka cita yang mendalam. Almarhum adalah bagian dari keluarga besar Mahepel. Kami mendukung penuh upaya pengusutan ini demi keadilan dan kebenaran,” ujar Bangkit.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *