Warisan Sunyi dari Bani Ispriyanto, Kantor Kusam di Tengah Wacana Swasembada

Kondisi halaman depan kantor Dinas KPTH Provinsi Lampung warisan Bani Ispriyanto. Foto: Wildanhanafi/onetime.id

Onetime.id, Bandar Lampung – Tanaman layu, cat tembok mengelupas, kabel listrik menjuntai seperti jemuran sore hari.

Itulah pemandangan yang disuguhkan Kantor Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (KPTH) Provinsi Lampung kepada siapa pun yang cukup bernyali untuk berkunjung.

Gedung dua lantai yang katanya menjadi pusat urat nadi program swasembada pangan ini, justru tampil seperti bangunan yang ikut-ikutan krisis gizi kusam, lembap, dan tak sedap dipandang oleh mata pada Rabu, (6/8/3025).

(Kondisi tembok nampak depan kantor KPTH Lampung warisan Bani Ispriyanto. Foto: Wildanhanafi/onetime.id). 

Beberapa sudutnya dihiasi lumut dan kabel AC yang menjuntai bebas, seolah sedang ikut uji coba ketahanan korsleting.

Halaman depan pun tak kalah menyayat nurani hortikultura. Pot tanaman dibiarkan merana, kering kerontang seperti kebijakan tanpa anggaran.

Sebatang pohon yang mestinya menjadi pemanis lanskap malah berdiri sebagai pengingat sunyi mati, dan dilupakan.

Kontras betul dengan papan nama instansi yang mencolok seolah ingin mengimbangi semangat yang tak pernah tumbuh.

“Heran juga ya, dinas yang ngurusin tanaman, tanamannya aja nggak keurus,” kata seorang warga yang datang mengurus bantuan pangan, dengan nada yang entah sedang bercanda atau benar-benar getir.

Ironi ini makin lengkap bila mengingat posisi KPTH sebagai salah satu dinas paling strategis di Pemerintah Provinsi Lampung. Tapi kondisi kantornya lebih mirip pos ronda yang ditinggal relawan.

“Sudah dari dulu begitu. Kantornya ya begitu-begitu aja, enggak ada bedanya lima tahun lalu. Kumuh dan suram,” ujar seorang pegawai yang memilih aman dengan tidak menyebut nama.

Mungkin takut kabel menjuntai tadi bukan satu-satunya yang bisa menyetrum.

Kepala Dinas sebelumnya, Bani Ispriyanto, sempat melambungkan jargon modernisasi birokrasi.

Tapi hingga dimutasi ke jabatan Staf Ahli Gubernur kemarin, kantor yang ia pimpin tampaknya lebih dekat ke era Orde Baru ketimbang transformasi digital.

Tak ada jejak “modernisasi”, kecuali mungkin dari jam dinding yang sudah berganti baterai dua kali.

Rosim Nyerupa Pemerhati Pemerintahan menilai kondisi kantor KPTH adalah etalase dari sistem yang tak dirawat.

“Kalau fisik kantor saja tak diperhatikan, bagaimana publik bisa yakin program dan anggaran dikelola dengan rapi?” katanya.

Dengan wajah baru di pucuk pimpinan, publik kini menanti mungkinkah dari kantor yang layu, bisa tumbuh kebijakan yang segar? Atau tanaman di pot itu tetap jadi simbol paling jujur dari birokrasi kita mati perlahan, tanpa sempat berbunga?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *