Onetime.id, Lampung Selatan – Rencana pemindahan sekaligus memperbesar Tugu Pahlawan Raden Intan di jalan nasional menuai kritik tajam.
Doni Afandi, Gelar Kakhiya Pukhba Makuta, salah satu paksi dari Marga Keratuan Menangsi, Desa Taman Baru, Kecamatan Penengahan, menilai gagasan itu berpotensi menyederhanakan identitas Lampung Selatan.
“Pembangunan monumen memang sah sebagai bentuk kebanggaan. Tetapi jangan sampai memberi kesan bahwa identitas Lampung Selatan dimonopoli hanya oleh figur Raden Intan. Padahal kita memiliki kekayaan adat istiadat, khususnya masyarakat adat Sai Batin, yang hingga kini belum pernah mendapat representasi dalam simbol-simbol ruang publik,” kata Doni, aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), pada Selasa, (19/8/2025).
Menurut Doni, Lampung Selatan bukan hanya tentang satu tokoh pahlawan.
Wilayah ini juga rumah bagi beragam masyarakat adat dengan nilai luhur, tradisi, dan kearifan lokal.
“Ikon adat Sai Batin, misalnya, hingga kini belum pernah disentuh sebagai bentuk representasi identitas kolektif Lampung Selatan,” ujarnya.
Ia menegaskan, kritik ini bukan bentuk penolakan, melainkan ajakan menata prioritas pembangunan daerah.
Doni menilai lebih relevan bila pemerintah menghadirkan ikon adat dan budaya yang mencerminkan keberagaman, misalnya melalui Taman Budaya, Festival Budaya, atau ruang publik yang menampilkan kekayaan tradisi Lampung.
Dari sisi kebijakan, ia juga menyoroti pentingnya efisiensi anggaran.
“Kalau memang daerah memiliki kemampuan anggaran yang mumpuni, menurut saya akan jauh lebih relevan bila dibangun monumen Tugu atau Patung Pengantin Sai Batin. Itu simbol pakaian adat Lampung Selatan yang notabene wilayah adat Sai Batin,” kata Doni.
Lebih jauh, ia mengingatkan adanya kebutuhan prioritas yang lebih mendesak bagi masyarakat perbaikan infrastruktur jalan.
“Kalau kita mau jujur, hari ini aspirasi masyarakat yang paling kuat adalah soal jalan rusak. Bagaimana caranya jalan di Lampung Selatan ini benar-benar mulus. Itu akan sangat besar dampaknya bagi mobilitas, menurunkan biaya ekonomi, dan menghidupkan perputaran ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Sebagai penutup, Doni menekankan pentingnya dialog partisipatif dalam setiap gagasan pembangunan simbol daerah.
Menurutnya, pelibatan tokoh adat, akademisi, generasi muda, hingga komunitas seni budaya krusial agar simbol identitas daerah benar-benar lahir dari aspirasi bersama, bukan sekadar proyek semata.






