Onetime.id, Bandar Lampung – Musyawarah Daerah (Musda) XI Partai Golkar Kota Bandar Lampung berakhir antiklimaks setelah pemilihan ketua ditunda tanpa batas waktu.
Situasi tersebut mencerminkan dinamika internal yang jamak terjadi di tubuh Partai Golkar, khususnya di daerah dengan kontestasi kader yang sama-sama kuat.
Akademisi Universitas Lampung, Candrawansyah, menilai dinamika ini tak lepas dari karakter Golkar sebagai partai mapan dengan tradisi kompetisi internal yang kuat.
Menurutnya, sebagai partai tua yang konsisten berada di tiga besar peraih kursi legislatif nasional, Golkar kerap dihadapkan pada pertarungan antar-kader potensial.
“Golkar ini partai besar. Hampir di setiap daerah memiliki kader dengan kapasitas memimpin. Itu yang membuat pemilihan ketua selalu dinamis dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi kader,” ujar Candrawansyah pada Jumat, (19/12/2025).
Ia menambahkan, di Kota Bandar Lampung, Golkar masih menjadi partai yang diperhitungkan dengan basis massa yang relatif stabil.
Hal itu tercermin dari raihan kursi legislatif yang di sejumlah daerah pemilihan nyaris mencapai dua kursi per dapil, meskipun belum menduduki posisi pimpinan di DPRD Kota Bandar Lampung.
Kontestasi Musda kali ini mengerucut pada dua nama, yakni Handitya Narapati dan Benny HN Mansyur. Keduanya dinilai memiliki modal politik yang kuat.
Handitya merupakan anggota DPRD Provinsi Lampung dan mantan Wakil Bupati, sementara Benny pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kota Bandar Lampung serta dikenal sebagai adik dari Bendahara Golkar Lampung, Tony Eka Candra.
Namun, Candrawansyah menilai Handitya memiliki keunggulan lebih signifikan. Selain posisinya di DPRD Provinsi Lampung, Handitya juga disebut memiliki jejaring politik kuat, termasuk hubungan kekerabatan dengan anggota DPR RI, Ryco Menoza.
Ia juga diklaim telah mengantongi dukungan 11 pimpinan kecamatan, AMPG, serta struktur kelurahan di 11 kecamatan yang menjadi basis akar rumput Partai Golkar.
Menurutnya, dinamika tinggi di daerah berpotensi memicu intervensi DPP, terutama jika Musda dinilai tidak berjalan demokratis dan terbuka.
Momentum Rapimnas pun dinilai bisa menjadi ajang evaluasi untuk menentukan arah kepemimpinan DPD II Golkar Kota Bandar Lampung.
Meski demikian, Candrawansyah menegaskan bahwa yang paling penting bagi publik bukanlah siapa yang menang dalam kontestasi internal partai, melainkan sejauh mana para politisi mampu merealisasikan janji politiknya.
“Ketika seseorang telah diberi amanah sebagai pejabat eksekutif atau legislatif, ia bukan lagi pejabat partai, melainkan pejabat rakyat,” ujarnya.






