Onetime.id – Siang itu, Senin, 19 Mei 2025, langit tak sepenuhnya cerah, namun hati Riyo Pratama justru dipenuhi cahaya.
Ia membuka ponselnya seperti biasa, tanpa praduga apa pun.
Namun satu notifikasi mengubah hari itu menjadi catatan sejarah pribadi namanya tertera sebagai satu dari 45 penerima Beasiswa BRI Fellowship Journalism 2025.
Sejenak ia membeku. Lalu menunduk. Air mata pun jatuh perlahan bukan karena duka, melainkan syukur yang tak tertahan.
Dari 256 jurnalis se-Indonesia yang mengikuti seleksi tahap kedua, ia dipilih.

Sebuah kehormatan yang tak disangka, namun begitu layak diterima.
“Ini bukan sekadar beasiswa. Ini pengakuan atas perjuanganku sebagai jurnalis dari daerah,” ucapnya lirih, suara bergetar menahan haru, Senin (19/5/2025).
“Banyak yang memandang profesi ini sebelah mata, tapi lewat karya, kita bisa menyapa dunia,” sambungnya.
Lahir dari Pinggiran, Tumbuh Lewat Perjuangan
Riyo bukan anak kota metropolitan.
Ia lahir dan tumbuh di sudut sebuah kabupaten di Lampung. Ibunya seorang guru taman kanak-kanak, ayahnya mengabdi sebagai guru sekolah dasar.
Ia sulung dari empat bersaudara hidup dalam keprihatinan yang ditempa oleh nilai kerja keras dan semangat belajar.
Adiknya yang kedua telah menyelesaikan pendidikan S2, yang ketiga baru menamatkan SMA, sementara si bungsu kini duduk di bangku kelas tiga.
Di rumah mereka, pendidikan bukan semata-mata kewajiban, tapi jalan suci untuk mengubah nasib.
“Keberhasilan ini tak lepas dari doa orangtua, dukungan istri dan anak, bimbingan pimpinan redaksi dan para editor, serta keluarga besar Tribun Lampung,” tuturnya penuh takzim.
Ia pun menyebut nama-nama yang tak tercetak di layar pengumuman, namun hadir dalam tiap tapak perjalanannya: mentor, sesama jurnalis, dan komunitas AJI yang selama ini menjadi ruang tumbuh dan berpikir.
Jurnalisme: Karya, Bukan Label
Menjadi jurnalis di daerah adalah laku hidup yang kadang sunyi dan seringkali terjal.
Hujan tak menjadi halangan, narasumber yang enggan bicara tak menyurutkan langkah. Riyo tahu betul jurnalisme bukan hanya soal profesi, tapi cara mengukir jejak lewat kata.
“Banyak yang mengaku wartawan, tapi saat ditanya mana karyamu, terdiam. Maka mari kita bicara lewat tulisan, bukan sekadar gelar,” ungkapnya.
Mimpi yang Mulai Menemukan Jalannya
Ada masa ketika keraguan menyelinap. “Saya sempat bertanya dalam hati, apakah perjuangan ini akan ada hasilnya?” ucapnya jujur.
Namun ia terus menulis, terus belajar, dan terus berharap. Hingga hari itu datang dan nama yang tertulis bukan lagi sekadar mimpi.
BRI Fellowship Journalism bukan hanya membawa penguatan kapasitas profesional, tapi juga membuka jalan menuju pendidikan S2 cita-cita lama yang mulai menemukan pelabuhannya.
Untuk Lampung, Untuk Jurnalisme Daerah
Di antara 45 nama terpilih, hanya satu berasal dari Lampung, Riyo Pratama.
Bukan sekadar kebanggaan pribadi, tapi juga tanda bahwa suara dari pinggiran bisa menggema ke pusat.
“Banyak jurnalis hebat di daerah yang belum memiliki panggung. Saya ingin membuktikan bahwa dari pinggiran pun, cahaya bisa menyala,” katanya tegas.
Kabar ini disambut hangat. Dari keluarga, rekan kerja, hingga komunitas jurnalis di Lampung semuanya mengirim pesan.
Ucapan selamat, rasa haru, dan kisah-kisah baru yang terinspirasi olehnya.
Dalam dirinya, Riyo membawa harapan bahwa anak-anak muda dari pelosok negeri tak boleh berhenti bermimpi.
Bahwa kerja keras yang jujur, pada akhirnya akan menemukan jalannya.
“Ketika logika berteriak itu mustahil, pengharapan berbisik cobalah sekali lagi,” pesannya menutup kisah, namun membuka jalan bagi kisah lain yang menyusul






