Onetime.id – LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Kota Bandar Lampung secara resmi menyampaikan pernyataan sikap kepada Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin, (26/5/2025).
Langkah tersebut diambil sebagai pengganti aksi unjuk rasa yang semula direncanakan digelar pada 14 Mei 2025.
Ketua GMBI Bandar Lampung, Imausah, mengatakan pihaknya memilih jalur formal mengingat situasi keamanan di Jabodetabek yang saat itu sedang memanas.
“Melihat kondisi Jakarta yang kurang kondusif karena operasi penertiban preman berkedok ormas, kami putuskan untuk menyampaikan dukungan moral dalam bentuk pernyataan resmi tanpa aksi massa,” kata Imausah.
Dalam pernyataan sikapnya, GMBI menuding Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan kejahatan struktural terhadap lingkungan hidup, khususnya terkait pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung di Telukbetung Barat.
Danau Lindi dan Sungai Tercemar
GMBI menyoroti pembuangan air lindi ke sungai oleh pengelola TPA, yang menyebabkan pencemaran serius.
Bahkan, disebutkan ada lahan warga seluas satu hektare yang berubah menjadi danau lindi sedalam 15 meter.
Lindi tersebut diduga mengandung zat berbahaya seperti amonia, TSS (Total Suspended Solid), dan pH tinggi yang melebihi ambang baku mutu air limbah.
“PH air lindi mencapai 9,25 dan TSS mencapai 205 mg/L, sementara ambang batas maksimal menurut standar hanya 6-9 untuk pH dan 100 mg/L untuk TSS,” tulis GMBI dalam dokumen pernyataannya.
Ledakan Masalah Bertahun-tahun
LSM ini juga mencatat berulangnya insiden kebocoran lindi dan kebakaran sampah di TPA Bakung, termasuk kejadian besar pada Oktober 2023 yang menghanguskan lebih dari 5 hektare sampah.
Kondisi pengelolaan yang menggunakan sistem open dumping dinilai tidak hanya mencemari lingkungan, tapi juga membahayakan kesehatan masyarakat.
Tuntut Tindakan Hukum
Berdasarkan hasil investigasi lapangan, GMBI menilai pemerintah kota telah melanggar dua undang-undang, yakni UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Untuk itu, GMBI mendesak KLHK untuk:
1. Menyelidiki dugaan kejahatan lingkungan hidup di TPA Bakung secara menyeluruh.
2. Menetapkan tersangka atas kasus tersebut.
3. Menangkap aktor lapangan dan intelektual yang terlibat.
GMBI juga meminta pemerintah memberi kompensasi bagi warga terdampak berupa relokasi, pemulihan lingkungan, dan biaya kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UU 18/2008 dan Pasal 91 UU 32/2009.
Dukungan Moral untuk KLHK
Imausah berharap pernyataan sikap ini bisa menjadi dorongan moral bagi KLHK untuk mempercepat proses penegakan hukum.
“Kami mewakili masyarakat Bandar Lampung dan Lampung secara umum berharap dukungan kami ini memberi energi positif bagi KLHK,” kata dia.