Onetime.id, Bandar Lampung – Pemerhati Kebijakan Publik dan Hukum Benny N.A Puspanegara, dengan tegas dan tanpa kompromi mengecam keras keputusan Pemerintah Kota Bandar Lampung yang mengalokasikan dana sebesar 60 miliar rupiah dari APBD untuk pembangunan gedung megah Kejaksaan Tinggi Lampung.
Ini bukan sekadar persoalan pembangunan fisik, melainkan gambaran nyata betapa birokrasi di kota ini memilih mengutamakan. “Tampang Mewah” daripada menyelesaikan persoalan rakyat yang sesungguhnya.
Benny juga mengajak untuk buka fakta, APBD Bandar Lampung berasal dari jerih payah rakyat melalui pajak yang dipungut dengan beban yang tidak ringan.
Namun, bukannya dialokasikan untuk memperbaiki pelayanan dasar, kesehatan, pendidikan, atau mengentaskan kemiskinan yang masih menggerogoti masyarakat, pemerintah kota malah menghamburkan anggaran untuk sebuah gedung Kejati.
Apakah rakyat Bandar Lampung ini dianggap hanya pajak berjalan yang boleh “disumbang” demi gengsi pejabat?
Menurut Benny, Pembangunan gedung Kejati Lampung Institusi yang justru sering kita pertanyakan kredibilitas dan kinerjanya, seharusnya menjadi tanggung jawab Kejaksaan Agung RI, bukan pemerintah daerah yang selama ini banyak disorot karena korupsi dan kebijakan yang tidak pro-rakyat.
“Ini jelas membuka peluang conflict of interest, di mana aparat penegak hukum bisa jadi Macan Ompong yang tak berani menindak penguasa karena mereka yang memberi hadiah besar,” tegas Benny.
“Lihat saja kasus-kasus besar yang mandek dan tidak terselesaikan di Lampung. Salah satu contoh paling mencolok adalah kasus perjalanan dinas DPRD Kabupaten Tanggamus senilai 9,3 miliar rupiah yang sudah diamankan, tapi sampai hari ini tidak ada tersangka apalagi kejelasan pengembalian uang rakyat itu,” tambah Benny.
Gedung megah saja sudah dibangun, tapi keadilan masih jauh dari jangkauan masyarakat. Ini ironis dan mempermalukan penegakan hukum kita, urainya.
Walikota Bandar Lampung tampaknya lebih memilih bermain aman dengan merapatkan barisan ke aparat penegak hukum ketimbang menyelesaikan masalah-masalah utama yang menjerat rakyat.
“Politik perlindungan seperti ini bukan hanya menyalahi etika pemerintahan, tapi juga mengkhianati semangat reformasi dan pemberantasan korupsi yang selama ini diperjuangkan bangsa ini,” ujar Benny.
Ini adalah bentuk kongkalikong yang harus dihentikan sekarang juga Dana sebesar 60 miliar itu sangat mungkin digunakan untuk program-program yang berdampak langsung pada rakyat miskin dan rentan.
Bukankah itu tugas utama pemerintah daerah ? Alih-alih membangun gedung megah yang bisa menjadi simbol kemewahan tapi “Membungkam” penegakan hukum sejati, mari kita tuntut transparansi dan akuntabilitas yang sesungguhnya, dan hal ini bertentangan dengan program Presiden Prabowo Subianto.
Untuk itu Benny mendesak agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Inspektorat Provinsi Lampung, dan lembaga pengawas terkait segera turun tangan melakukan audit dan investigasi atas penggunaan anggaran ini.
Jangan sampai gedung megah itu menjadi “Kuburan” keadilan dan moral publik di Bandar Lampung.
“Benny juga mengajak seluruh lapisan masyarakat, pemuka adat, aktivis, akademisi, mahasiswa media untuk bersuara lantang dan mengawasi ketat langkah langkah berikutnya,” pesan Benny.
Jangan biarkan gedung megah menjadi monumen pembungkam suara rakyat dan lambang kolusi antara penguasa dan aparat penegak hukum yang sejatinya harus berdiri di garis terdepan menegakkan keadilan.
“Sudah saatnya kita berhenti berpura-pura dan mulai menuntut akuntabilitas nyata. Bila tidak, kita tidak hanya kehilangan uang rakyat, tapi juga harapan terhadap penegakan hukum dan masa depan demokrasi di Bandar Lampung,” pungkas Benny N.A Puspanegara.