Onetime.id, Bandar Lampung – Pagi itu, Rabu 3 September 2025, dermaga Kalianda dipenuhi wajah-wajah antusias.
Rombongan yang terdiri dari awak media, influencer, mahasiswa, serta Duta Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung bersiap menyeberang menuju Pulau Sebesi, pintu masuk utama ke kawasan ikonik Gunung Anak Krakatau.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Lampung, Bobby Irawan, melepas langsung perjalanan ini.
Bagi Bobby, kegiatan fam trip bukan sekadar agenda seremonial dalam rangkaian Krakatau Festival, melainkan uji coba nyata bagaimana pariwisata bisa dikelola berbasis masyarakat.
“Pertama, mengaktifkan pengelola atau penggiat lokal wisata di sekitar Anak Gunung Krakatau. Kedua, memberikan pengalaman yang lebih seru untuk para pesertanya,” kata Bobby dalam sambutan pelepasan.
Dari Festival ke Ekosistem
Selama ini, Krakatau Festival dikenal sebagai hajatan tahunan pemerintah provinsi.
Namun Bobby ingin lebih dari sekadar panggung budaya.
Ia mendorong agar wisata Krakatau menjadi ekosistem yang tumbuh secara alami, dikelola oleh masyarakat lokal, dan tidak bergantung penuh pada pemerintah.
“Kalau memang diminati, mestinya sudah berjalan natural. Travel sudah berjalan, ekosistem sudah terbangun. Tinggal bagaimana kita mendorong dan mengekspos,” ujarnya.
Menurutnya, peran media dan influencer menjadi krusial.
Mereka diharapkan mengemas cerita dan konten menarik tentang Pulau Sebesi dan paket tur Krakatau, sehingga publik semakin penasaran.
“Saya ingin kegiatan ini diekspos. Semakin banyak orang tahu, semakin besar peluang Sebesi menjadi pintu utama wisata Krakatau,” tegasnya.
Sebesi sebagai Garda Depan
Pulau Sebesi, yang berjarak sekitar 12 kilometer dari Anak Krakatau, sejak lama menjadi transit wisatawan.
Namun fasilitas dan tata kelolanya kerap terbatas. Bobby menekankan, kunci keberhasilan ada pada masyarakat Sebesi itu sendiri.
“Operatornya adalah masyarakat yang tinggal di Sebesi. Saya sangat berterima kasih kepada rekan-rekan yang hadir serta ikut dalam kegiatan ini,” ucapnya.
Dengan dukungan pemerintah, promosi media, dan keterlibatan masyarakat, Bobby berharap Sebesi tidak sekadar menjadi persinggahan, melainkan destinasi yang hidup.
“Semoga paket wisata Krakatau dengan menginap di Pulau Sebesi benar-benar diminati. Harapannya, semakin banyak orang yang tahu dan tertarik,” tuturnya.
Harapan dan Tantangan
Konsep wisata berbasis masyarakat bukan tanpa tantangan.
Infrastruktur, akses transportasi, hingga kesiapan sumber daya lokal masih perlu diuji.
Namun, fam trip ini menjadi langkah awal mengukur minat wisatawan, menguji layanan lokal, sekaligus memberi ruang promosi.
Lampung, dengan ikon Krakatau, sebenarnya punya daya tarik kelas dunia.
Persoalannya, bagaimana membuat destinasi ini berkelanjutan tanpa merusak alam, sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.