Harga Anjlok, Pemprov Lampung Desak Pemerintah Tetapkan Standar Nasional Singkong

Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal. Foto: Biro Adpim.

Onetime.id Pemerintah Provinsi Lampung dan Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung mendesak pemerintah pusat segera menetapkan kebijakan nasional terkait standar harga, kadar aci, dan sistem potongan (rafaksi) singkong.

Desakan ini menyusul anjloknya harga singkong di tingkat petani sejak awal April 2025.

“Di lapangan ada dua persoalan utama yang tak bisa diselesaikan di level daerah. Ini sudah menjadi ranah kementerian,” kata Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, seusai rapat terbatas bersama sejumlah kementerian secara daring, pada Selasa, (29/4/2025).

Rapat itu diikuti para deputi dan direktur dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bappenas, dan Badan Pangan Nasional.

Harga singkong sempat disepakati sebesar Rp1.350 per kilogram dengan potongan maksimal 15 persen pada Januari lalu.

Namun saat ini harga turun menjadi Rp1.100 per kilogram, bahkan di beberapa daerah hanya Rp1.000, dengan potongan mencapai 30 hingga 38 persen.

Petani hanya menerima hasil bersih Rp400–Rp500 per kilogram.

“Petani inginkan harga Rp1.350 dengan kadar aci 20 persen dan potongan 15 persen. Tapi pabrik ingin kadar aci 24 persen dengan potongan sama. Kalau tidak ada ketetapan nasional, petani dan pabrik tidak akan pernah sepakat,” ujar Mikdar.

Menurut dia, jika persoalan ini tak segera diselesaikan, Lampung sebagai penghasil 70 persen tapioka nasional akan kehilangan daya saing.

Bahkan produk tapioka lokal kalah bersaing dengan daerah lain seperti Medan, Bangka, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

“Kalau harga tak ditetapkan pemerintah, pabrik bisa tutup. Tapi kalau ada regulasi nasional, pabrik pasti mengikuti. Ini kewenangan kementerian,” ujarnya.

Mikdar mengatakan pihaknya bersama Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal terus mendorong agar kementerian segera mengambil sikap.

“Kami berharap keputusan bisa keluar dalam dua atau tiga hari ke depan,”  katanya.

Dorong Hilirisasi di Tingkat Desa

Di sisi lain, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyatakan Pemprov telah berkoordinasi dengan seluruh bupati dan wali kota se-Lampung untuk memperkuat hilirisasi komoditas singkong.

Langkah ini dilakukan guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian Lampung.

“Kami konsentrasi pada hilirisasi di tingkat desa. Tujuannya bukan hanya nilai tambah, tapi juga menyerap tenaga kerja,” kata Mirza saat rapat koordinasi di Kantor Gubernur Lampung, Rabu, 16 April 2025.

Hilirisasi juga diharapkan menjadi solusi jangka panjang dalam menjaga kestabilan harga hasil pertanian, termasuk singkong.

“Ini sejalan dengan Asta Cita Pemerintahan Prabowo-Rakabuming, terutama poin kelima: hilirisasi dan industri berbasis sumber daya alam,” ujarnya.

Menurut Rahmat, Lampung harus keluar dari ketergantungan terhadap industri tapioka dan mulai mengembangkan produk turunan lain, termasuk energi alternatif.

“Singkong bisa jadi bahan baku energi hijau. Kalau ini berhasil, harga singkong bisa stabil dan naik,” katanya.

Data Dinas Pertanian mencatat, Lampung masih menjadi produsen ubi kayu terbesar nasional, dengan produksi mencapai 6,7 juta ton atau 39 persen dari total produksi nasional.

Kabupaten Lampung Tengah menjadi sentra produksi dengan luas panen mencapai 77 ribu hektare.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *