Onetime.id – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Lampung, Mikdar Ilyas, mengungkapkan bahwa pihaknya baru saja menyelesaikan rapat bersama anggota Pansus guna membahas persoalan harga dan tata niaga singkong yang hingga kini belum menemukan solusi konkret.
“Sampai sekarang belum ada penyelesaian. Padahal, Jumat lalu saya menghadiri rapat di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian,” kata Mikdar kepada wartawan pada Selasa, (15/4/2025).
Ia menjelaskan, ada dua permasalahan utama yang belum terselesaikan.
Pertama, harga acuan dari Kementerian Pertanian yang tidak berjalan di lapangan.
Kedua, petani tetap mengacu pada harga edaran, sementara perusahaan tidak mengikutinya.
Menurutnya, Gubernur Lampung sudah menggelar tiga kali rapat bersama perusahaan pengolah singkong untuk mencari solusi.
Hasilnya, perusahaan bersedia mengikuti harga pemerintah dengan syarat produk tepung singkong impor dikenakan bea masuk.
Alasannya, harga barang impor jauh lebih murah dibanding hasil produksi lokal.
“Perusahaan juga meminta agar harga singkong diatur secara nasional, bukan hanya di Lampung,” ujarnya.
Namun, menurut informasi dari salah satu direktur kementerian, penerapan bea masuk membutuhkan proses panjang, bisa memakan waktu 1-2 tahun.
Selain itu, adanya perjanjian dagang internasional membuat penerapan bea masuk belum tentu bisa dilakukan.
Adapun terkait penerapan harga nasional, menurut kementerian hal ini lebih tidak memungkinkan, karena bisa disertai regulasi seperti pada komoditas jagung yang melibatkan Bulog.
Mikdar menyebut, salah satu permintaan perusahaan adalah adanya refraksi (pengurangan nilai) sebesar 15% dari harga acuan Rp1.350 untuk kadar aci 24% refraksi 0%.
Sementara petani menolak, karena tetap mengacu pada harga edaran Rp. 1.400 tanpa melihat pada kadar pati (aci).
“Dengan kondisi seperti ini, Pansus tidak dalam kapasitas menetapkan harga, tapi membuat regulasi atau aturan main. Karena itu, kami akan menyampaikan beberapa rekomendasi dalam rapat paripurna nanti,” ujarnya.
Beberapa poin rekomendasi Pansus antara lain:
1. Transparansi AKI dan Timbangan
Pabrik harus menyediakan alat uji AKI yang hasilnya dapat diketahui secara transparan oleh pembeli dan penjual.
Pemerintah daerah diharapkan dapat memiliki laboratorium pengujian sendiri.
Timbangan juga harus diawasi ketat agar tidak merugikan petani.
2. Pembentukan Tim Terpadu Pengawasan Perusahaan
Tim ini akan mengawasi perusahaan agar tidak terjadi praktik curang atau ketimpangan, termasuk dugaan manipulasi produksi demi menghindari pajak.
3. Kemitraan dan Pembinaan Petani
Perusahaan diminta menjalin kemitraan dengan petani serta memberikan pembinaan agar kualitas singkong sesuai dengan standar industri.
4. Penyediaan Bibit Unggul dan Pemetaan Lahan Pemerintah pusat maupun daerah diminta menyiapkan bibit unggul dan memetakan wilayah potensial agar produksi meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
5. Evaluasi Harga Tahunan
Pemerintah daerah harus rutin mengevaluasi harga singkong setiap tahun menyesuaikan dengan kondisi perekonomian.
6. Pendirian Pabrik Baru dan Diversifikasi Produk
Pemerintah didorong untuk menarik investasi agar berdiri pabrik-pabrik baru pengolah singkong, tidak hanya untuk tapioka, tetapi juga produk turunan seperti bioetanol dan gula alternatif.
“Tujuannya adalah agar petani terlindungi, pengusaha juga punya kepastian usaha, dan ekonomi Lampung dapat tumbuh,” tambah Mikdar.
Pansus akan kembali menggelar rapat lanjutan pada hari Senin (21/4)2025) untuk merumuskan rekomendasi final yang akan dibawa ke fraksi-fraksi dan dimasukkan dalam Badan Musyawarah (Bamus).