Onetime.id – Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) berkolaborasi dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung menggelar pelatihan jurnalistik bertajuk “Meningkatkan Kapasitas Jurnalis dalam Mengangkat Isu Konservasi”.
Kegiatan ini berlangsung di Hotel Batiqa, Bandar Lampung, pada Selasa (13/5/2025), dan akan dilaksanakan selama tiga hari, hingga Kamis (15/5/2025).
Pelatihan ini diikuti oleh para jurnalis dari berbagai media cetak dan online di Provinsi Lampung.
Tujuannya adalah untuk memperkuat kemampuan jurnalis dalam memberitakan isu-isu lingkungan dan konservasi secara mendalam, kritis, dan berdampak.
Pada hari kedua pelatihan, peserta dibagi ke dalam dua kelompok untuk praktik lapangan.
Kelompok pertama mengunjungi lokasi konservasi kukang di Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus.
Sementara kelompok kedua melakukan observasi di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sumber Makmur melalui jalur Bendungan Batutegi, juga di wilayah Tanggamus.
Kolaborasi untuk Dampak Nyata
Manager Program Resiliensi Habitat YIARI, Aris Hidayat, mengatakan bahwa kerja sama dengan AJI Bandar Lampung adalah langkah strategis untuk menghadirkan jurnalisme konservasi yang dapat mendorong kesadaran dan aksi nyata di masyarakat.
“Selain meningkatkan kapasitas jurnalis, kami juga berdialog dengan petani untuk mencari solusi konkret, seperti cara membuat bibit unggul dengan biaya murah menggunakan alat sederhana,” ujar Aris.
Ia menambahkan, salah satu inovasi yang dilakukan di Air Naningan adalah pendataan populasi kukang, termasuk jumlah kukang yang melintasi kabel listrik dan korban kukang yang mati akibat tersengat arus listrik.
“Inovasi ini cukup berhasil, tapi masih terbatas di wilayah tertentu. Kami berharap pendekatan serupa bisa diperluas ke daerah lain di Lampung dengan dukungan masyarakat,” tambahnya.
Tantangan Jurnalisme Konservasi
Sementara itu, jurnalis senior Hendry Sihaloho yang menjadi salah satu pemateri, menekankan pentingnya kedalaman dalam liputan isu konservasi.
“Seringkali kita hanya fokus pada apa yang terjadi, padahal penting juga menggali unsur why mengapa peristiwa itu terjadi dan apa akar masalahnya. Jurnalisme konservasi harus menggali lebih dalam,” ujarnya.
Ia juga memberikan contoh bagaimana kukang sebenarnya membantu petani kopi dengan memakan kulit buah kopi, bukan buahnya, sehingga memiliki nilai ekologis penting yang perlu disampaikan kepada publik.
“Isu konservasi bukan hanya soal pelestarian, tapi juga menyangkut edukasi,” jelas Hendry.
Hendry pun menjelaskan menyoal tantangan Jurnalisme Konservasi keterbatasan informasi tekanan politik dan ekonomi, serta risiko keamanan.
Dorongan dari AJI Bandar Lampung
Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma, menegaskan bahwa jurnalisme konservasi harus menjadi pendekatan yang tak sekadar menyampaikan informasi, tapi juga mendorong perubahan kebijakan.
“Sayangnya, liputan konservasi masih sangat minim. Tantangannya adalah kurangnya ruang di media, dukungan redaksi, dan pemahaman akan pentingnya isu ini,” kata Dian.
Ia berharap kolaborasi antara AJI dan YIARI menjadi langkah awal untuk menjadikan isu lingkungan sebagai bagian utama dalam pemberitaan media, bukan hanya pelengkap di halaman bawah.
“Jurnalis punya peran strategis dalam membentuk opini publik dan mendorong perubahan. Kita harus mulai dari sekarang,” pungkasnya.