Buntut Hibah 60 Milyar, JRMK Bakal Demo Kepung Kantor Walikota Bandar Lampung

Ketua Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Herri Usman mengutuk keras kebijakan Walikota terkait pemberian hibah Rp 60 Milyar untuk pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung. Dok: Ist.

Onetime.id, Bandar Lampung – Pemberian hibah secara berlebihan dan terus menerus oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung kepada sejumlah instansi vertikal selama 2 tahun terakhir ini dengan nilai mencapai ratusan milyar berasal dari APBD membuat geram warga dan memantik amarah warga.

Pasalnya, Walikota Eva Dwiana dinilai pilih kasih lebih mengutamakan bantuan yang berlebihan ke instansi yang sudah memiliki anggaran sendiri sebagai upaya cari aman ketimbang membantu memberikan hibah bagi masyarakat Kota Bandar Lampung yang sangat membutuhkan.

Contohnya, ada ratusan warga miskin sudah puluhan tahun menunggu kebijakan anggaran dalam menyelesaikan konflik agraria.

Kepada wartawan, Ketua Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Herri Usman mengutuk keras kebijakan Walikota terkait pemberian hibah Rp 60 Milyar untuk pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.

“Kami menuntut agar Pemkot Bandarlampung menghentikan bantuan anggaran untuk pembangungan kantor Kejati yang mencapai puluhan milyar tersebut” cetus Herri Usman saat rembuk dengan warga di wilayah Garuntang, Kecamatan Bumi Waras, kepada media onetime.id, pada Senin, (6/10/2025).

Lebih baik, menurutnya Walikota memberikan hibah kepada warga Kota Bandarlampung yang sudah kurang lebih 20 tahun berjuang mendapatkan hak tanah tempat tinggal yang seharusnya jadi prioritas.

“Utamakan anggaran untuk penyelesaian konflik agraria pada warga kota bandar Lampung seperti Kampung Kerawang, Kampung Gunung Batu, Kampung Sinar Kuala, Kampung Gunung Agung, serta kampung pesisir teluk Lampung yang sampai saat ini status tanah tidak jelas, pada warga yang telah 20 tahun lebih mendiami tanah terlantar tersebut” ujar aktivis yang kerap memperjuangkan hak warga Bandar Lampung ini.

Selama ini, menurutnya Pemkot belum pernah menyentuh permasalahan tersebut, padahal menurut PP No 20 tahun 2021 tentang penertiban kawasan tanah telantar pasal 7, apabila tanah/wilayah tersebut telah menjadi perkampungan, warga berhak mengajukan sertifikat tanah, serta Perpres No. 62 tahun 2023 tentang percepatan reforma agraria.

Apapun dalihnya, jika Walikota tetap ngotot terus menggelontorkan hibah instansi vertikal dengan mengabaikan kepentingan warga terdampak konflik tersebut, JRMK berjanji akan mendampingi warga menggelar aksi demo besar-besaran.

“Kami akan mempersiapkan diri untuk menduduki kantor Walikota Bandarlampung untuk mempertanyakan sampai dimana penyelesaian kampung-kampung kami yang sudah berulang kali disampaikan ke Pemkot dan meminta lebih baik hibah dialihkan untuk membantu konflik pertanahan ratusan warga tersebut” ujar Ketua JRMK Lampung, Herri Usman.

Bersama warga JRMK juga akan menyampaikan tuntutan mendesak Walikota Bandar Lampung, Eva Dwiana bersikap adil dalam hal pemberian hibah juga diberikan kepada warga miskin korban konflik tanah sudah puluhan tahun menunggu kebijakan yang lebih urgen.

“Saya rasa untuk membantu warga di beberapa kampung tersebut tidak akan lebih dari Rp 5 milyar apalagi dengan pola subsidi tidak akan menguras APBD, sepertinya Walikota tidak peduli dengan nasib warganya ini” pungkasnya.

Sebelumnya, Walikota Eva Dwiana tercatat telah memberikan hibah dengan nilai yang fantastis diantaranya, Rp50 Milyaf untuk pembangunan fasilitas kesehatan Universitas Lampung (Unila), Rp75 Milyat untuk rumah sakit Universitas Islam Negri Raden Intan Lampung (UIN RIL).

Selain itu hibah tanah kepada Polda Lampung 1 hektare, pembangunan rumah dinas Kapolda Lampung dan gedung Satlantas dan Satintelkam Polresta Bandar Lampung yang tentu juga bernilai puluhan hingga ratusan miliaran.

Kemudian yang saat ini ramai soal pemberian dana hibah sebesar Rp 60 miliar oleh Pemkot Bandar Lampung untuk pembangunan gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung yang secara rinci dikucurkan selama dua tahun anggaran, yakni Rp 15 milyar di tahun 2025 ini dan Rp 45 milyar di tahun anggaran 2026 mendatang.

Disisi lain, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI per Mei 2025, Pemkot Bandar Lampung mengalami defisit anggaran sebesar Rp 267 miliar dan memiliki utang senilai Rp 276 miliar.

Kondisi ini menunjukkan ketidakcukupan pembiayaan belanja daerah selama tiga tahun berturut-turut, sehingga menimbulkan sorotan terhadap pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah kota.

Sementara regulasi yang berlaku, di antaranya UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, serta Permendagri 77/2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.

Semua aturan tersebut menegaskan bahwa penggunaan APBD harus berdasarkan prinsip efektivitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *