Onetime.id, Bandar Lampung – Puluhan warga dari tiga kampung di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah Negara Aji Tuha, Negara Aji Baru, dan Bumi Aji mendatangi Komisi I DPRD Lampung, Selasa pada Sabtu, (16/9/2025).
Mereka mengadukan konflik agraria dengan PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) yang tak kunjung selesai.
Rombongan diterima Ketua Komisi I DPRD Lampung, Garinca Reza Fahlevi, bersama anggota Putra Jaya Umar, Miswan Rody, Budiman AS, dan Abdul Aziz.
Warga didampingi Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas.
Prabowo menjelaskan konflik tanah di Anak Tuha sudah berlangsung sejak 1975 ketika PT Candra Bumi Kota masuk tanpa melibatkan masyarakat. Pada 1990, lahan itu beralih ke PT BSA.
“Pasca reformasi, masyarakat baru tahu proses penguasaan lahan yang bunyinya sewa. Warga kemudian masuk menggarap tanah, namun dibalas dengan tindakan represif. Ada yang ditangkap dan menjadi korban. Tahun 2024, delapan orang kembali ditahan,” ujarnya.
Ia menambahkan, di atas Hak Guna Usaha PT BSA terdapat tanah masyarakat, baik yang bersertifikat maupun tidak.
“Memang kasus konflik agraria seperti ini terkendala di surat karena keterbatasan pengetahuan masyarakat. Tapi ada banyak bukti fisik seperti makam tua, monumen, batas lahan, dan pohon tua yang sampai sekarang masih bisa ditunjukkan,” kata Prabowo.
Perwakilan warga, Tarman, berharap DPRD turun langsung ke lapangan.
“Selama ini kami dikatakan menyerobot, padahal itu tanah nenek moyang kami. Kami ingin DPRD Lampung menjembatani, jangan hanya sebatas omongan,” jelasnya.
Harapan kami bapak-bapak dewan bisa memberikan jalan penyelesaian. Kalau bisa ya turun ke lapangan, melihat ke PT BSA bersama masyarakat di tiga kampung Anak Tuha.
Ketua Komisi I DPRD Lampung, Garinca Reza Fahlevi, menegaskan pihaknya akan menindaklanjuti laporan warga.
“Tiga kampung di Anak Tuha datang kepada kami didampingi LBH Bandar Lampung, menyampaikan persoalan lahan PT BSA. Pertama, hasil dari sini akan kami laporkan kepada pimpinan DPRD. Kedua, kami akan berkomunikasi dengan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal”, ujarnya.
Selanjutnya akan kami bahas di internal Komisi I DPRD Lampung dengan memanggil pihak PT BSA. Sudah dua kali kami panggil, tetapi PT BSA tidak mengindahkan. Kami akan melaksanakan hearing dan mendengarkan keluhan tiga kampung tersebut.
“Untuk ketiga kalinya jika tidak hadir, kami anggota Komisi I DPRD Lampung akan langsung ke lokasi PT BSA,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Lampung, Miswan Rody, mengingatkan bahwa persoalan ini sudah mencuat lebih dari satu dekade.
“Tahun 2010 masalah ini sudah muncul. Yang hadir hari ini adalah para ahli waris. Orang-orang tua mereka ingin tanahnya kembali yang dikuasai PT BSA. Kami di Komisi I sebelum masyarakat menyampaikan aspirasi sebenarnya sudah peka dengan kondisi sekarang,” ujarnya.
Di awal 2025 pun sudah kami tindak lanjuti masalah HGU, salah satunya HGU PT BSA. Sampai hari ini tidak ada bukti dari BPN Provinsi Lampung.
“Ke depan akan kami panggil lagi. Jangan sampai timbul masalah yang seperti ini,” tambahnya.
Miswan menegaskan DPRD berkomitmen memfasilitasi hak masyarakat sekaligus mencegah konflik sosial.
“Kami akan memfasilitasi memberikan haknya, sekaligus mengantisipasi agar tidak terjadi hal-hal anarkis. Kalau masyarakat selalu dipancing masalah ketidaktahuannya, ini jelas salah. Ke depan kami berharap PT BSA terbuka kepada masyarakat soal apa yang terjadi selama ini. Mari kita jaga persatuan, kesatuan, dan kondusivitas di Provinsi Lampung,” kata dia.