Silang Sengkarut Mafia Tanah di Lampung Timur

Konflik agraria di Lampung Timur belum terselesaikan. Dok: LBH Bandar Lampung.

Onetime.id, Bandar Lampung – Konflik agraria di Lampung Timur kembali mencuat ke permukaan. Ratusan petani penggarap di delapan desa kini terancam kehilangan lahan yang telah mereka kelola secara turun-temurun.

Dugaan praktik mafia tanah yang terstruktur menyeruak setelah sertifikat hak milik (SHM) atas ratusan bidang tanah tiba-tiba terbit atas nama pihak-pihak yang tidak dikenal warga.

Kondisi ini mencerminkan wajah buruk negara dalam menangani konflik agraria yang menyangkut hak hidup masyarakat.

Tidak hanya melibatkan korporasi atau perusahaan, praktik mafia tanah menunjukkan adanya kejahatan yang melibatkan aktor-aktor negara secara sistematis.

Salah satu titik panas konflik terjadi di Desa Sripendowo. Di sana, lebih dari 300 kepala keluarga yang tergabung dalam Serikat Petani Lampung (SPL) menggantungkan hidup dari lahan seluas 401 hektare.

Namun, selama hampir tiga tahun terakhir, mereka terlibat dalam perjuangan panjang mempertahankan tanah dari klaim sepihak pihak luar.

Para petani telah menempuh berbagai jalur administratif dan hukum. Pengaduan telah diajukan ke BPN Lampung Timur pada 24 November 2024, dilanjutkan ke Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung pada 30 November 2023.

Mereka juga menyampaikan laporan ke Kementerian ATR/BPN pada 26 Juni 2024, Pemerintah Provinsi Lampung pada 10 Januari 2024, hingga Pemerintah Kabupaten Lampung Timur pada 21 Mei 2025.

Namun, hingga kini belum ada langkah konkret dari pemerintah maupun aparat penegak hukum untuk menyelesaikan konflik ini.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung menilai pemerintah, baik pusat maupun daerah, belum menunjukkan keseriusan menangani konflik agraria, khususnya yang melibatkan mafia tanah.

Bahkan, dalam kunjungannya ke Lampung pada 27 Juli 2025, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dinilai tidak memberikan komitmen tegas terhadap penyelesaian konflik di Lampung Timur.

“Konflik ini bukan sekadar soal sengketa lahan antara warga dan perusahaan. Ini sudah masuk kategori praktik mafia tanah yang terorganisir dan melibatkan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum tertentu,” kata Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi kepada media onetime.id pada Kamis, (31/7/2025).

LBH mencatat bahwa hingga kini tidak ada inisiatif dari Pemerintah Kabupaten Lampung Timur untuk turun langsung meninjau lokasi dan menemui warga terdampak.

Ketiadaan langkah serius ini memperparah situasi serta memperlebar jurang ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.

Lebih lanjut, LBH Bandar Lampung mendesak pemerintah pusat dan daerah menyelesaikan konflik mafia tanah ini secara menyeluruh, adil, dan transparan.

Aparat penegak hukum juga diminta memproses semua pihak yang terlibat, termasuk pejabat publik yang diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam penerbitan sertifikat.

“Negara tidak boleh abai. Petani penggarap harus mendapat perlindungan hukum. Intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan hak atas tanahnya harus dihentikan,” ujar Sumaindra.

Dugaan keterlibatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung Timur turut mengemuka dalam konflik ini.

Dalam pertemuan bersama warga dan aparat di Kecamatan Sribhawono pada 22 Juli 2025, perwakilan Polda Lampung menyebutkan bahwa permintaan dokumen warkah tanah kepada BPN belum direspons sebagaimana mestinya.

Sikap tertutup ini memperkuat dugaan bahwa ada aktor institusional yang turut bermain dalam praktik mafia tanah.

LBH Bandar Lampung mengingatkan, hak atas tanah adalah hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi.

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Selain itu, hak atas tanah juga berkaitan langsung dengan hak asasi manusia, sebagaimana termaktub dalam Pasal 28A UUD 1945.

“Negara harus bertanggung jawab dan hadir menyelesaikan konflik mafia tanah ini. Diam berarti turut membiarkan kejahatan merampas hak hidup rakyat,” tutup Sumaindra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *