Harga Tebu Rp 4 Juta Setahun, Warga Tuntut Kembalikan Plasma

Sekda Lampung Tengah, Welly Adiwantara, turun langsung menemui massa.

Onetime.id, Lampung Tengah – Warga tiga desa transmigrasi di Kecamatan Bandar Mataram, Lampung Tengah, kembali menuntut hak atas lahan plasma tebu yang dikelola bersama PT Sugar Group Companies (SGC).

Dalam aksi damai dan diskusi publik yang digelar pada Kamis, 18 Juli 2025, mereka menyuarakan kegelisahan dari satu hektare lahan, hanya Rp 4 juta yang masuk ke kantong petani setara Rp 250 ribu per bulan.

“Masyarakat dijadikan alat politik,” kata Agung Berlian, pengamat ekonomi Universitas Malahayati yang turut mengadvokasi warga.

“Menjelang pemilu, hasil panen dan harga mendadak naik bahkan bisa Rp 9 juta. Tapi begitu pemilu usai, anjlok. Bahkan ada yang hanya terima Rp 3 juta setahun. Ini perbudakan gaya baru.”

Tuntutan itu datang dari warga SP1 Karya Makmur, SP2 Terusan Makmur, dan SP3 Tri Tunggal Jaya semuanya wilayah eks-transmigrasi yang masuk dalam skema kemitraan PIR (Perkebunan Inti Rakyat) sejak dekade 1990-an.

Skema yang semula dijanjikan sebagai “kemitraan saling menguntungkan” itu kini dianggap berubah menjadi alat kontrol ekonomi dan politik.

Menurut warga, sistem bagi hasil yang diterapkan tak transparan.

Harga tebu kerap berubah tanpa kejelasan, sementara pengambilan keputusan hanya melibatkan pihak perusahaan dan birokrat lokal.

“Kami ini seperti hidup di kandang sendiri tapi diberi makan oleh orang lain,” ujar Ngadiman, tokoh masyarakat SP2.

“Lahan kami, tapi dikuasai orang lain. Kalau skema plasma ini hanya menguntungkan satu pihak, lebih baik dikembalikan ke rakyat,” tambahnya.

Gerakan warga ini didukung elemen mahasiswa dari Universitas Malahayati, UNILA, UIN Raden Intan, hingga STKIP PGRI.

Mereka mendesak pembongkaran total skema plasma dan pengembalian hak kelola lahan kepada masyarakat secara penuh.

“Ini bukan cuma soal ekonomi, tapi soal martabat,” kata Muhammad Kamal, Presiden Mahasiswa Universitas Malahayati. “Negara tak boleh membiarkan rakyatnya hidup dari Rp 250 ribu per bulan di atas tanah mereka sendiri.”

Tuntutan warga kini terang bubarkan skema plasma yang merugikan, buka seluruh data pengelolaan lahan, dan kembalikan hak atas tanah kepada rakyat. Jika tidak, mereka berjanji akan turun ke jalan lebih besar lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *