Onetime.id – Banjir kembali melanda Bandar Lampung, dan seperti biasa, pemerintah kota bergerak untuk menyalurkan bantuan.
Wali Kota Eva Dwiana, meski sedang berada di Magelang, tetap mengoordinasikan penanganan banjir melalui grup WhatsApp dan menginstruksikan para camat turun ke lapangan.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah membagikan tiga bungkus nasi per hari kepada warga terdampak.
Namun, pertanyaannya, apakah upaya ini cukup? Banjir bukan sekadar persoalan air yang menggenang dan bantuan makanan sementara.
Ini adalah masalah yang lebih kompleks, yang seharusnya mendapat perhatian serius jauh sebelum bencana terjadi.
Pembersihan lumpur dan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup, suplai air bersih dari BPBD, hingga perbaikan talud oleh Dinas PU memang menunjukkan respons pemerintah.
Tetapi, langkah-langkah ini tetap bersifat reaktif. Tidak ada jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang.
Bandar Lampung butuh kebijakan mitigasi yang lebih serius.
Drainase yang buruk, alih fungsi lahan yang tak terkendali, serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan adalah akar masalah yang belum tersentuh secara fundamental.
Membantu warga dengan nasi bungkus tentu baik, tetapi apakah itu solusi jangka panjang? Pemimpin tidak cukup hanya hadir melalui layar ponsel.
Mereka harus memastikan bahwa sistem pencegahan dan infrastruktur kota benar-benar siap menghadapi musim hujan, bukan sekadar merespons ketika bencana sudah terjadi.
Banjir ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah kota.
Jika tidak ada perubahan kebijakan yang nyata, maka nasi bungkus dan grup WA hanya akan menjadi solusi sementara yang tak menyelesaikan akar permasalahan.